Bogor, monitorjabarnews.com,- Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat telah meregistrasi Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi yang diajukan oleh Muamar Hidayatullah, melalui kuasa hukumnya Geri Permana terhadap Pemerintah Desa Cimayang Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor dengan Nomor Registrasi: 2647/K-B1/PSI/KI-JBR/X/2024 tanggal 21 Oktober 2024.
Sengketa informasi tersebut diajukan oleh Amar karena Pemerintah Desa Cimayang diduga tidak menanggapi surat permohonan informasi dan keberatan yang diajukan olehnya sebagai pemohon secara serius. Padahal ada kewajiban hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap badan publik untuk membuka informasi publik yang berada dalam kewenangannya. Katanya
Menanggapi sikap Pemerintah Desa yang diduga menghambat hak atas informasi terhadap dirinya, Amar pun menduga bahwa ada kemungkinan praktik yang tidak sesuai dengan ekspektasi dalam melakukan pengelolaan dan penggunaan Dana Desa.
“Dalam teori umum yang saya pelajari, pemerintahan dapat dinilai baik dan bersih itu ketika mampu melaksanakan prinsip transparansi dan memberikan ruang partisipasi kepada masyarakatnya untuk ikut serta mengawasi jalannya pemerintahan, lagi pula secara hukum pemerintah Desa kan wajib menjalankan kedua prinsip itu,” Paparnya
Sementara Pengacara Amar, Geri Permana mengatakan bahwa tata kelola keuangan yang dijalankan oleh pemerintahan Desa memang sudah seharusnya diawasi oleh masyarakatnya. Sebab, otoritas dan kekuasaan yang diberikan kepada mereka yang berkuasa itu merupakan pemberian dari masyarakatnya, bukan berasal dari warisan keluarga.
“Upaya pencegahan dan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme itu tidak cukup hanya sebatas slogan, himbauan dalam pidato-pidato di fodium, dan pemasangan baliho atau spanduk di setiap sudut ruang pelayanan pemerintahan, tetapi diperlukan pengawasan mandiri dari masyarakat yang salah satunya bisa dilakukan dengan cara menggugat pemerintahnya secara hukum di lembaga yudisial maupun non-yudisial seperti Komisi Informasi,” kata Geri
Pengacara yang diketahui sedang menempuh pendidikan Program Doktor Hukum Universitas Nasional ini pun merujuk pada data hasil penelitian yang dilakukan oleh _Indonesian Coruption Watch_ (ICW), di mana Desa menjadi sektor dengan kasus korupsi terbanyak sepanjang tahun 2022. Menurut ICW, terdapat beberapa titik celah yang biasa dimanfaatkan oleh oknum aparat Desa untuk melakukan praktik korupsi Dana Desa, yaitu:
1. Proses perencanaan, proses perencanaan pelaksanaan (Nepotisme dan Tidak Transparan);
2. Proses pengadaan barang dan jasa dalam konteks penyaluran dan pengelolaan Dana Desa (mark up, fiktif dan tidak transparan);
3. Proses pertanggungjawaban fiktif;
4. Proses monitoring maupun evaluasi hanya bersifat formalitas, administratif, dan telat deteksi korupsi.
Lebih lanjut Geri menuturkan bahwa dugaan praktik korupsi yang terjadi di sektor pemerintahan Desa berdasarkan hasil temuan ICW, tak hanya karena alokasi Dana Desa yang digelontorkan cukup besar setiap tahunnya, tetapi tak diiringi prinsip transparansi, partisipasi masyarakat dan akuntabilitas dalam tata kelola keuangan Desa. Faktor lainnya, pemerintah Desa juga masih luput dari pengawasan masyarakat, dan minimnya pengetahuan serta pemahaman masyarakat menyebabkan oknum pemerintah Desa menjadi leluasa untuk melakukan dugaan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
“Jadi sebagaimana hasil riset ICW, banyak faktor yang menyebabkan keuangan Desa itu bisa di korupsi oleh oknum aparatnya, sehingga masyarakat harus reaktif dan berani untuk mengawasinya karena itu uang rakyat yang dititipkan ke mereka untuk dikelola dengan sebaik-baiknya,” Imbuhnya.(AS)