Bogor, monitorjabarnews.com – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor kembali menuai kritik tajam dari masyarakat dan berbagai organisasi sosial. Sebagai wakil rakyat yang seharusnya menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat, sikap ketua DPRD yang kurang komunikatif justru semakin memperburuk hubungan antara lembaga legislatif dengan rakyat yang mereka wakili.
Salah satu sorotan utama adalah ketidakmampuan Ketua DPRD untuk menjalin komunikasi yang efektif dengan berbagai elemen masyarakat. Dalam banyak kesempatan, permintaan informasi melalui surat kepada Sekretariat Daerah seringkali hanya mendapatkan jawaban normatif, yaitu “menunggu arahan pimpinan.” Namun, ketika pimpinan itu sendiri tidak responsif atau bahkan terkesan menghindar dengan memblokir saluran komunikasi seperti WhatsApp, ini menunjukkan adanya ketidakseriusan dalam menjalankan tugas dan fungsi kepemimpinan yang seharusnya dijalankan dengan transparansi dan akuntabilitas. Hal ini disampaikan Rizwan Riswanto ketua JPKP NASIONAL Bogor dikantornya wilayah Cibinong, Rabu (13/11/24).
Ditambahkan Riswan, “Sebagai pengingat, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 61 menggarisbawahi kewajiban kepala daerah dan DPRD untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan masyarakat. Tidak hanya itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018, diatur bahwa DPRD harus melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah dan memberikan akses yang transparan terhadap informasi publik. Keengganan Ketua DPRD Kabupaten Bogor untuk terbuka dan responsif terhadap masyarakat jelas mencederai amanat undang-undang tersebut,” ungkapnya.
Lebih jauh lagi, sikap Ketua DPRD yang tidak menjunjung azas kebersamaan dan sportivitas, yang seharusnya menjadi prinsip dasar dalam setiap hubungan politik, patut dipertanyakan. DPRD sebagai lembaga yang berfungsi mengontrol jalannya pemerintahan daerah seharusnya mampu menjaga hubungan yang harmonis dengan berbagai pihak, termasuk organisasi sosial seperti JPKPN (Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan Nasional) yang turut berperan dalam mengawasi kinerja pemerintah daerah. Dengan memblokir komunikasi, apalagi terhadap tokoh masyarakat yang mendesak transparansi, jelas mencerminkan sikap yang tidak profesional dan tidak bertanggung jawab.
Menariknya, ketidakseriusan Ketua DPRD Kabupaten Bogor ini juga tidak bisa dilepaskan dari latar belakang politik partainya, yaitu Partai Gerindra. Sebagai bagian dari koalisi penguasa daerah, seharusnya Gerindra turut bertanggung jawab atas dinamika yang terjadi di DPRD, terutama terkait dengan kepemimpinan yang kurang komunikatif ini. Partai Gerindra yang memiliki komitmen untuk memperjuangkan rakyat, harus mampu memastikan bahwa para wakil rakyat yang mereka tunjuk dapat menjalankan amanat dengan baik, terutama dalam hal komunikasi dan akuntabilitas kepada publik, kata Riswan.
Pimpinan DPRD yang mengabaikan kewajiban untuk mendengar dan merespons aspirasi masyarakat sangat berisiko memperburuk citra legislatif dan menggoyahkan kepercayaan publik terhadap institusi tersebut. Ini bukan hanya masalah etika, tetapi juga masalah hukum dan tanggung jawab konstitusional yang tidak bisa diabaikan begitu saja, kata Riswan lagi.
Menurut Riswan, “Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD juga menegaskan dalam Pasal 11 bahwa DPRD wajib memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat dan menerima masukan serta saran dari masyarakat. Jika ketua DPRD Kabupaten Bogor terus mengabaikan hal ini, maka ini adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar yang diatur oleh negara, ” tuturnya.
Masyarakat, melalui berbagai organisasi dan elemen sosial, tentunya berhak mengajukan tuntutan agar ketua DPRD menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Jika hal ini terus berlanjut, maka bukan hanya kredibilitas Ketua DPRD yang dipertaruhkan, tetapi juga citra partai yang menaunginya, khususnya Partai Gerindra, yang harus mempertanggungjawabkan setiap tindakan anggotanya di lembaga legislatif.
Sudah saatnya ketua DPRD Kabupaten Bogor dan para pemimpin politik di daerah ini kembali pada prinsip dasar demokrasi yang mengutamakan komunikasi, transparansi, dan tanggung jawab. Rakyat berhak mendapatkan pelayanan yang baik dan responsif dari wakil-wakil mereka, dan ini adalah kewajiban yang tidak bisa ditunda lagi, pungkas Riswan.( red)