Jakarta, monitorjabarnews.com –Langkah mengejutkan datang dari Indonesia. Setelah bertahun-tahun tarik ulur soal pembelian pesawat tempur baru, pemerintah akhirnya resmi memesan 42 unit jet tempur J-10C dari China. Keputusan ini langsung jadi sorotan internasional — terutama di Washington.
Pasalnya, rencana awal Indonesia untuk membeli Su-35 dari Rusia kandas akibat ancaman sanksi dari Amerika Serikat (AS) di bawah Undang-Undang CAATSA (Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act) pada tahun 2018. Sejak saat itu, Jakarta mulai mencari jalan lain agar modernisasi alutsista tidak tersandera oleh tekanan politik Barat.
Menurut laporan sejumlah sumber pertahanan, keberhasilan J-10C yang digunakan Pakistan menjadi salah satu alasan kuat di balik keputusan ini. Jet tempur buatan Chengdu Aircraft Industry Group itu dikenal gesit, modern, dan punya kemampuan manuver tinggi — setara dengan pesawat generasi 4,5 yang digunakan negara-negara besar.
Sebelum berlabuh ke Beijing, Indonesia sempat mempertimbangkan beberapa opsi lain seperti F-15EX buatan AS, Su-35 Rusia, KF-21 Korea Selatan, dan Eurofighter Typhoon Austria. Namun, negosiasi yang berlarut-larut dan kendala pendanaan membuat semua opsi itu tidak kunjung terealisasi.
Kesepakatan dengan China disebut sebagai hasil dari upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada sistem pembayaran Barat sejak 2022. Langkah ini dinilai sebagai strategi jangka panjang agar tidak mudah terkena imbas sanksi geopolitik global seperti yang menimpa beberapa negara lain.
Bagi Beijing, kontrak ini adalah kemenangan besar — bukan hanya karena jumlah pesanan yang signifikan, tapi juga karena menandai ekspor jet tempur terbesar China ke Indonesia. Sementara bagi Washington, keputusan ini jelas menjadi sinyal bahwa pengaruh geopolitik mereka di Asia Tenggara mulai mendapat tantangan nyata.
Apapun pandangan dunia, keputusan ini menunjukkan satu hal: Indonesia mulai berani menentukan arah strateginya sendiri di tengah tarik-menarik kepentingan global.(red)
