Depok, monitorjabarnews.com – Sektor Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) pemerintah yang sangat berpotensi menjadi ladang subur praktik korupsi, memposisikan korupsi di sektor Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah menjadi kasus tindak pidana korupsi terbesar kedua, di bawah gratifikasi dan penyuapan.
Mengutip dari artikel detikfinance, “KPK Beberkan Modus Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa, Apa Saja?” pada laman “https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7471456/kpk-beberkan-modus-korupsi-pengadaan-barang-dan-jasa-apa-saja”, modus korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa, seperti suap/gratifikasi kepada pihak-pihak yang terkait dengan proses PBJ, kemudian menaikkan harga barang dan jasa yang tidak sesuai dengan harga asli, terakhir, pembayaran tetap dilakukan, tapi barang/jasa tidak ada.
Lalu mengutip dari laman “KPK.go.id – https://www.kpk.go.id › Berita › Berita KPK” berjudul ” KPK: Cegah Korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa, E-Katalog Harus Diawasi Bersama”, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memaparkan, praktik suap sangat erat dengan pengadaan barang dan jasa. Banyak vendor yang melakukan penyuapan agar laporannya dinyatakan baik saat proses audit.
“Dulu ada e-procurement. Jadi semua dokumen harus di-upload melalui komputer. Tapi yang terjadi ternyata sistem tersebut juga bisa diakali. Para vendor membuat kesepakatan di luar, mengatur harga, dan mengatur siapa yang menang,” ucapnya.
Alex melanjutkan, terdapat beberapa modus korupsi PBJ yang ditangani KPK. Ia mengatakan, “Ada modus pembelian secara berulang lewat vendor itu-itu saja, itu juga menjadi warning, kenapa tidak ada vendor lain yang menawarkan? Selain itu, ada juga modus dengan me-mark up harga tidak lama setelah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) meng-upload. Sebelumnya pasti ada kesepakatan antara PPK dan vendor, kapan barang akan di-upload di e-Katalog.”
Terkait praktik korupsi PBJ Pemerintah lewat modus pembayaran tetap dilakukan, tapi barang/jasa tidak ada, dan modus pembelian secara berulang lewat vendor itu-itu saja seperti yang ditegaskan oleh KPK tersebut, terendus dan diduga oleh Lembaga Monitoring Hukum Dan Keuangan Negara (LMHKN) terjadi pada pelaksanaan anggaran PBJ Pemerintah melalui Penyedia tahun 2023 oleh Sekretariat DPRD Kota Depok.
“Tahun 2023, Sekretariat DPRD Kota Depok telah melaksanakan 502 paket kegiatan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, total pagu anggaran Rp 31.729.000.000,- Dari 502 paket kegiatan itu ada 313 paket kegiatan diantaranya dengan nama paket Belanja Jasa Keamanan, Belanja Jasa Tenaga Kebersihan, Belanja Sewa, Belanja Alat/Bahan untuk Kegiatan Kantor, Kalender Meja, Kalender Dinding, Spanduk, Cetak Foto, Piring, Sendok, Pisau Dapur, Belanja Bahan-Bahan Bakar, Pakaian Adat, Pakaian Sipil, dan Lampu LED,” ujar Ketua Umum LMHKN Aidil Afdal S.Ip.
Aidil Afdal menjelaskan, pengadaan Barang-Barang yang terdapat pada ke-502 paket kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa tersebut tidak termasuk Barang yang diatur tentukan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b Perpres 16 tahun 2018 yang menegaskan, “Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini meliputi : a. Barang, dan b. Konstruksi ”.
Dan dalam Pasal 1 angka 29 menegaskan, “Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang”, lalu dalam angka 30 menyatakan, “Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.”
Terhadap kegiatan paket “Belanja Alat/Bahan untuk Kegiatan Kantor”, telah dilakukan oleh Sekretariat DPRD Kota Depok secara berulang-ulang sampai 116 paket kegiatan dengan memakai Metode Pemilihan Penyedia : Pangadaan Langsung. Bahkan ada beberapa jenis paket kegiatan lainnya lagi yang juga mengalami pengulangan berkali-kali.
“Paket-paket kegiatan yang dilaksanakan secara berulang-ulang, melanggar ketentuan larangan Pasal 20 ayat (2) huruf d Perpres 16 tahun 2018 yang menyatakan, “Dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/Jasa, dilarang: memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari Tender/Seleksi”, tegas Aidil Afdal.
Lebih jauh diterangkannya, paket Belanja Jasa Tenaga Keamanan, Belanja Jasa Tenaga Kebersihan, dan Belanja Jasa Penyelenggaraan Acara adalah Belanja Jasa yang tidak diatur atau tidak termasuk jenis kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dalam Perpres 16 tahun 2018, jo Perpres 12 Tahun 2021, dan Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia.
Dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c dan huruf d Perpres 16 tahun 2018 ditegaskan, “Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini meliputi : Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya”. Dan dalam Pasal 1 angka 31 menegaskan, “Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir.”, dan dalam angka 32 menyatakan, “Jasa Lainnya adalah jasa non-konsultansi atau jasa yang membutuhkan peralatan, metodologi khusus, dan/atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.”
“Ada yang lebih parah lagi, di 502 paket Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah pada Sekretariat DPRD Kota Depok itu terdapat Paket pembelian Snack, Makanan dan Minuman, Belanja Kawat/Faksimili, Tagihan Listrik, Tagihan Air, Belanja Iuran, Belanja Asuransi, dan lainnya, dan diantaranya ada yang dilakukan dengan memakai Metode Pemilihan Penyedia “Dikecualikan”, papar Aidil Afdal.
Istilah Metode Pemilihan Penyedia “Dikecualikan” tidak terdapat dalam Perpres 16 tahun 2018, jo Perpres 12 Tahun 2021, dan Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021. Dalam Pasal 38 ayat (1) ditegaskan : “Metode pemilihan Penyedia Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas: a. E-purchasing; b. Pengadaan Langsung; c. Penunjukan Langsung; d. Tender Cepat; dan Tender.
Dan dalam Pasal 41 ayat (1) menyatakan, “Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi terdiri atas: a. Seleksi; b. Pengadaan Langsung; dan c. Penunjukan Langsung.”
“Terhadap indikasi dugaan korupsi sektor Pengadaan Barang dan Jasa di Sekretariat DPRD Kota Depok itu, akan kami uji kebenaran dugaan korupsinya melalui laporan secara resmi kepada APH, sesuai hak LMHKN untuk mencari, mengumpulkan, dan menginformasikan segala bentuk tindak pidana korupsi yang diberikan oleh UU Tipikor,” tegas Ketum LMHKN Aidil Afdal.
Penyorotan LMHKN terhadap dugaan korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Sekretariat DPRD Kota Depok itu, merupakan kesimpulan LMHKN terhadap surat jawaban dari SKPD tersebut yang disampaikan kepada LMHKN dengan inti substansi suratnya menyatakan bahwa pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Sekretariat DPRD Kota Depok telah sesuai Perpres 16 tahun 2018, jo Perpres 12 Tahun 2021, dan Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021.(**)