Cibinong, monitorjabarnews.com – Kabupaten Bogor yang saat ini tengah dilanda bencana seperti tanah longsor, banjir, dan kerusakan rumah, seakan terabaikan dalam hal penanganan bencana.
Dinas Sosial Kabupaten Bogor malah terfokus pada pelaksanaan workshop manajemen psikososial bagi korban bencana.
Hal ini menjadi sebuah ironi, karena 23 kecamatan yang tersebar di Kabupaten Bogor sedang menghadapi bencana besar, sementara anggaran yang seharusnya difokuskan untuk penanganan darurat justru digunakan untuk kegiatan yang dianggap kurang tepat waktu.
Dinas Sosial Kabupaten Bogor berencana mengadakan workshop mengenai manajemen psikososial bagi korban bencana. Kegiatan ini akan diikuti oleh Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Lembaga Kesejahteraan Sosial (LK3), dan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM).
Yang lebih mengejutkan, workshop ini akan menggunakan DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) atau APBD Kabupaten Bogor.
Anggaran tersebut seharusnya digunakan untuk penanganan bencana yang lebih mendesak, namun kini dialihkan untuk kegiatan yang lebih terfokus pada pembekalan teori.
Munculnya pertanyaan besar adalah, “Mengapa pendampingan Program Keluarga Harapan (PKH) di ikuti sertakan dalam workshop tersebut dan dari kapan menjadi Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)?”
Ikut sertanya Pendampingan PKH ini menimbulkan polemik, sebab fokus utama saat ini seharusnya adalah pemulihan langsung bagi korban bencana, bukan pelatihan yang dapat menunggu.
Sementara itu, bencana yang melanda Kabupaten Bogor semakin parah. Tanah longsor dan banjir merusak rumah warga dan infrastruktur penting, menyisakan kesulitan bagi ribuan keluarga.
Banyak daerah yang terisolasi, dan bantuan untuk korban bencana sangat dibutuhkan, baik berupa makanan, obat-obatan, maupun bantuan psikososial yang langsung dilakukan oleh para petugas di lapangan.
Namun, di tengah kondisi darurat ini, justru ada kabar ironis bahwa sejumlah pekerja sosial dari Kabupaten Bogor akan melakukan lawatan ke Kabupaten Badung, Bali, pada 11-13 November 2024.
Kunjungan ini untuk mengikuti kegiatan yang tidak terkait langsung dengan penanganan bencana di wilayah mereka sendiri.
Hal ini semakin menambah kesan bahwa Dinas Sosial Kabupaten Bogor belum sepenuhnya memprioritaskan penanganan bencana yang tengah berlangsung.
Melihat kondisi yang ada, tentu menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah benar ini adalah prioritas yang tepat bagi Dinas Sosial Kabupaten Bogor?
Dengan banyaknya korban bencana yang membutuhkan perhatian segera, apakah workshop psikososial yang direncanakan dapat memberikan dampak positif langsung terhadap pemulihan korban bencana di lapangan?
Ataukah ini justru menjadi pemborosan anggaran yang seharusnya difokuskan untuk penyelamatan dan rehabilitasi warga yang terdampak bencana?
Aktivis Muda Bogor Nurdin Ruhendi berharap Dinas Sosial Kabupaten Bogor dapat lebih fokus dalam memberikan bantuan langsung kepada korban bencana dan memanfaatkan anggaran dengan lebih efisien dan tepat sasaran.
Workshop psikososial memang penting, namun di tengah situasi darurat ini, prioritas utama seharusnya adalah pemulihan dan bantuan langsung yang lebih dibutuhkan oleh para korban bencana di lapangan.
Waktu tidak bisa diputar kembali, dan setiap detik sangat berarti untuk meringankan beban mereka yang terdampak bencana.(red)